Selasa, 28 Februari 2012

askep emfisema

KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah  “Asuhan Keperawatan Pasien dengan Emfisema”.
    Kami menyadari bahwa masih terdapat kesalaha pada makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Padang,     November 2011

Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Bab II : Pembahasan
A.    Definisi
B.    Klasifikasi
C.    Etiologi
D.    Tanda dan Gejala
E.    Patofisiologi
F.    Pemeriksaan Penunjang
G.    Penatalaksanaan
H.    Asuhan Keperawatan
Bab III : Penutup
A.    Kesimpulan
Daftar Pustaka
Lampiran WOC



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Penyakit bronchitis kronik dan emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industry.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi telah pula menimbulkan pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabkan penyakit bronkitis kronik dan emfisema. Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema. Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65 % laki-laki dan 15 % wanita.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).
Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253).
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).

B.    Klasifikasi
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
a.    Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
b.    Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.

C.    Etiologi
a.    Factor Genetik
Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
b.    Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
c.    Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
d.    Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya pun lebih berat. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

D.    Tanda dan Gejala
a.    Dispnea
b.    Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
c.    Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
d.    Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e.    Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
f.    Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
g.    Distensi vena leher selama ekspirasi

E.    Patofisiologi
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru, yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru.  Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas.  Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.

F.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Pemeriksan radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru
Terdapat dua bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu :
    Gambaran defisiensi arteri
•    overinflasi
Terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf.
•    oligoemia
Penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
    Corakan paru yang bertambah
Sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
b.    Pemeriksaan fungsi paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
c.    Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
d.    Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

G.    Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan Umum
1.    Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
2.    Menghindari rokok dan zat inhalasi
3.    Menghindari infeksi saluran nafas
b.    Pemberian obat-obatan
1.    Bronkodilator
    Derivat Xantin
    Gol Agonis 2
    Antikolinergik
    Kortikosteroid
2.    Ekspectoran dan Mucolitik
3.    Antibiotik
4.    Terapi oksigen
5.    Latihan fisik
6.    Rehabilitasi
7.    Fisioterapi

H.    Asuhan Keperawatan
a.    Anamnesis
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan yang membahayakan. Klien biasanya mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama, mengi, serta nafas pendek dan cepat. Gejala diperburuk oleh infeksi pernafasan. Perawat perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klien, memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali
b.    Pemeriksaan fisik
1.    Inspeksi
Paru hiperinflasi, ekspansi dada berkurang, kesukaran inspirasi, dada berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal.
2.    Palpasi
Ruang antar iga melebar, taktik vocal fremitus menurun.
3.    Perkusi
Terdengar hipersonor, peningkatan diameter dada anterior posterior.
4.    Auskultasi
Suara napas berkurang, ronkhi bisa terdengar apabila ada dahak
c.    Diagnosa Keperawatan
1.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkhospasme, peningkatan poduksi sekret, sekresi tertahan, dan kelemahan.
Intervensi :
    Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas tambahan, mis., mengi, krekels, ronki.
    Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
    Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu napas.
    Tempatkan/atur posisi pasien senyaman mungkin
    Pertahankan udara lingkungan/minimalkan polusi lingkungan, mis., debu, asap, dll.
    Bantu latihan napas abdomen atau bibir.
    Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Berikan/anjurkan minum air hangat.
2.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.
Intervensi :
Mandiri
    Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot bantu pernapasan, napas bibir.
    Tinggikan kepala tempat tidur, bantu klien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan.
    Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
    Anjurkan mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan.
    Auskultasi bunyi nafas, cata area penurunan udara/bunyi tambahan.
    Awasi tanda vital dan irama jantung.
Kolaborasi
    Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
    Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
3.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah.
Intervensi :
Mandiri
    Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukutan tubuh.
    Auskultasi bunyi usus.
    Berikan perawatan oral sering, buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
    Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
    Hindari makanan penshasil gas dan minuman karbonat.
    Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
    Timbang BB sesuai indikasi
Kolaborasi
    Konsutasi ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.
    Kaji pemeriksaan laboratorium.
4.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama, tidak adekuatnya imunitas, proses penyakit kronis, malnutrisi.
Intervensi :
Mandiri
    Kaji dan awasi suhu tubuh.
    Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat.
    Observasi warna, karakter dan bau sputum.
    Tunjukan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
    Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
    Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kolaborasi
    Berikan antimicrobial sesuai indikasi.
5.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan tindakan perawatan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi :
    Jelaskan tentang proses penyakit individu.
    Instruksikan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum.
    Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernapasan aktif.
    Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan meghentikan merokok pada pasien dan atau orang terdekat.
    Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
    Tunjukkan/ajarkan teknik penggunaan inhaler.
    Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
a.    Emfisema merupakan suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkhiolus terminal dengan kerusakan pada dinding alveoli.
b.    Emfisema dibedakan menjadi dua macam, yaitu panlobular dan sentrilobular.
c.    Penyebab utama emfisema adalah rokok.
d.    Gejala yang muncul pada emfisema, antara lain dispnea, anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Jual. 2002. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar