Sabtu, 11 Januari 2014

PEMULIHAN PASCA BENCANA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga merupakan negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis dan geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan yang cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang curam sampai daerah landai di sepanjang garis pantai yang sangat panjang, yang kesemuanya memiliki kerentanan terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi dan tsunami. Kondisi hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain. Ancaman lainnya adalah bencana yang disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi.
Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai antara lain kerusakan sarana dan prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat dan sebagainya.
Terjadinya bencana besar tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2004 dan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Kabupaten Klaten) pada tahun 2006 dan beberapa bencana lain sebelum dan sesudahnya telah mendorong bangsa Indonesia untuk menerima kenyataan hidup berdampingan dengan bencana. Sebagai konsekuensi atas penerimaan tersebut, bangsa Indonesia telah melahirkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang tersebut, pada tahun 2008 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tentang Peranserta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.
Sebagai bagian dari keseluruhan penanggulangan bencana, implementasi tahapan rehabilitasi harus dikaitkan dengan tahapan lain. Dalam pengertian ini, bukan saja kegiatan-kegiatan tahapan rehabilitasi berhubungan dengan tahap prabencana dan tanggap darurat tetapi juga berhubungan dengan tahapan rekonstruksi. Hubungan dan koordinasi antar tahapan ini sangat menentukan efektifitas dan efisiensi penanggulangan bencana. Oleh karena itu, pentahapan penanggulangan bencana semestinya tidak ditempatkan sebagai tujuan melainkan cara untuk mencapai efisiensi dan efektifitas penanggulangan bencana secara keseluruhan. Di atas pengertian ini, sinkronisasi dan koordinasi semestinya merupakan kata kunci penanggulangan bencana yang harus dilaksanakan oleh berbagai pihak.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Rehabilitasi Pasca Bencana
a.       Pengertian
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :
·         Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
·         Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
·         “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi bencana.
·         Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.

b.      Ruang Lingkup Pelaksanaan
1.      Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik untuk kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan gedung.
Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem

2.      Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum
Prasarana  dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik yang menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat. Prasarana umum atau jaringan infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/ perhubungan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi/ pertanian.
Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas perekonomian, fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas peribadatan.

3.      Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana yang rumah/ lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang akibat bencana, dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat semula. Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/ atau kerusakan pada halaman dan/ atau kerusakan pada utilitas, sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi huniannya. Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk rekonstruksi.
Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah rumah/ lingkungan dalam kategori:
·         Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)
·         Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
·         Transmigrasi ke luar daerah bencana

4.      Pemulihan Sosial Psikologis
Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal. Sedangkan kegiatan psikososial adalah kegiatan mengaktifkan elemen-elemen masyarakat agar dapat kembali menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang sudah terlatih.
Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan tugas sosial seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.

5.      Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum terjadi bencana.
Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan untuk memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan yang meliputi : SDM Kesehatan, sarana/prasarana kesehatan, kepercayaan masyarakat.

6.      Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan konflik. Sedangkan kegiatan resolusi adalah memposisikan perbedaan pendapat, perselisihan, pertengkaran atau konflik dan menyelesaikan masalah atas perselisihan, pertengkaran atau konflik tersebut.
Rekonsiliasi dan resolusi ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah bencana untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat.

7.      Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan kembali kegiatan dan/ atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana.
Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk menghidupkan kembali kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana seperti sebelum terjadi bencana.

8.      Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
Pemulihan keamanan adalah kegiatan mengembalikan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana sebelum terjadi bencana dan menghilangkan gangguan keamanan dan ketertiban di daerah bencana.
Pemulihan keamanan dan ketertiban ditujukan untuk membantu memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah bencana agar kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana dan terbebas dari rasa tidak aman dan tidak tertib.

9.      Pemulihan Fungsi Pemerintahan
Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi pemerintahan adalah :
·         Keaktifan kembali petugas pemerintahan.
·         Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan pemerintahan.
·         Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas pemerintahan.
·         Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan.
·         Pengaturan kembali tugas-tugas instansi/lembaga yang saling terkait.

10.  Pemulihan Fungsi Pelayanan Publik
Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya kembali berbagai pelayanan publik yang mendukung kegiatan/ kehidupan sosial dan perekonomian wilayah yang terkena bencana.
Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi : pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan perekonomian, pelayanan perkantoran umum/pemerintah, dan pelayanan peribadatan.

B.     Rekonstruksi Pasca Bencana
a.       Pengertian
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi tentang kerusakan yang diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya, kebijakan dan strategi rekonstruksi, program dan kegiatan, jadwal implementasi, rencana anggaran, mekanisme/prosedur kelembagaan pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang menyelenggarakan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.

b.      Lingkup Pelaksanaan Rekonstruksi
1.      Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman, pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain), prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada, kegiatan membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-hal berikut:
·         Prasarana dan sarana
·         Sarana sosial masyarakat;
·         Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana.

2.      Program Rekonstruksi Non Fisik
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat, antara lain sektor kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan, peribadatan dan kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:
·         Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat.
·         Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat.
·         Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
·         Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
·         Kesehatan mental masyarakat.

C.    Prinsip-Prinsip Pemulihan
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana, maka prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana adalah
1.      Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
2.      Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi
3.      Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan penyandang cacat
4.      Mengoptimalkan sumberdaya daerah
5.      Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
6.      Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.

Mengacu pada arahan Presiden  Republik Indonesia pada Sidang Kabinet Paripurna 25 November 2010, maka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi agar dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar, sebagai berikut:
1.      Dilaksanakan dengan memperhatikan UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
2.      Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
3.      Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam proses perencanaan tata ruang, proses pemanfaatan ruang dan proses pengendalian pemanfaatan ruang;
4.      Dilaksanakan dengan memperhatikan UU 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dalam perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau pulau kecil;
5.      Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.

B.     Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca  khususnya tentang pemulihan pasca bencana.

askep luka bakar




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Jenis luka di antaranya adalah luka bakar, yang merupakan suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003). Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang terbakar (Elizabeth, 1997). Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pejanan pada kulit (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan kekurangan volume cairan CES. Syok hipovolemik paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan dua penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Syok hipovolemik biasanya terjadi akibat pendarahan yang herbat, muntah, diare, intake dan output yang tidak seimbang, sehingga terjadi suatuu keadaan dimana sesorang mengalami syok atau shock dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.

B.     Tujuan
a.       Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang keperawatan klien dengan kegawatan pada pasien luka bakar.
b.      Tujuan Khusus
·         Menjelaskan tentang klasifikasi luka bakar
·         Menjelaskan tentang syok hipovolemik pada pasien luka bakar
·         Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien syok hipovolemik pada pasien luka bakar
·         Menjelaskan tentang analisa kasus pasien luka bakar

C.    Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu : BAB I Berupa bab pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan.  BAB II Berupa bab tinjauan teori berisi klasifikasi luka bakar, syok hipovolemik pada pasien luka bakar, dan asuhan keperawatan pada klien syok hipovolemik pada pasien luka bakar. BAB III Berupa bab tentang analisa kasus pasien luka bakar BAB IV Berupa bab penutup, berisi kesimpulan dan saran.




BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Klasifikasi Luka Bakar
a.       Berdasarkan penyebab :
1.      Luka bakar yang disebabkan oleh radiasi
2.      Luka bakar yang disebabkan oleh air panas
3.      Luka bakar yang disebabkan oleh listrik
4.      Luka bakar yang disebabkan oleh bahan/ zat kimia
5.      Luka bakar yang disebabkan oleh api dan sebagainya

b.      Berdasarkan kedalaman luka
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I)
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Bertambah merah.
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
·         Superfisial
·         Dalam

Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III)
Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.
Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.



c.       Berdasarkan ukuran luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu :
1)      Kepala dan leher                                            : 9%
2)      Lengan masing-masing 9%                            : 18%
3)      Badan depan 18%, badan belakang 18%      : 36%
4)      Tungkai masing-masing 18%                         : 36%
5)      Genital/ perineum                                           : 1%
Total          : 100%

d.      Berdasarkan berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan bebebrapa faktor antara lain :
·         Persentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
·         Kedalaman luka bakar
·         Umur klien
·         Riwayat pengobatan yang lalu
·         Trauma yang menyertai atau bersamaan

American college of surgeon membagi dalam :
1.      Parah-critical :
·         Tingkat II             : 30% atau lebih
·         Tingkat III           : 10% atau lebih
·         Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah
·         Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
2.      Sedang-moderate :
·         Tingkat II             : 15-30%
·         Tingkat III           : 1-10%
3.      Ringan-minor :
·         Tingkat II             : kurang 15%
·         Tingkat III           : kurang 1%

B.     Syok hipovolemik pada Pasien Luka Bakar
Seseorang yang menderita luka bakar akan mengalami sesuatu bentuk syok hipovolemik yang dikenal sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cidera, disertai dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat cairan plasma dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas, dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar itu sendiri. Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid pada kompartemen paskular, kemudian bocoran cairan dan elektrolit dari kompartemen vaskular berlanjut dan mengakibatkan pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan keseluruh tubuh.
Kebocoran ini terdiri atas natrium, air, protein plasma, diikuti dengan penurunan  curah jantung, hemokonsentrasi sel-sel darah merah, berkurangnya perfusi pada organ-organ besar, edema tubuh merata. Respon patofisiologi setelah cidera luka bakar adalah di fase. Pada awal fase pasca cedera terjadi hipofungsi organ secara umum (fase ebb) sebagai akibat dari penurunan curah jantung. Peningkatan tahanan paskular perifer (vasokonstriksi selektif), juga hemokonsentrasi sebagai akibat kehilangan cairan plasma, dapat menyebabkan tekanan darah nampak normal pada awalnya bagaimna pun jika penggantian cairan tidak adekuat dan kehilangan protein plasma berlanjut, maka akan segera terjadi syok hivopolemik.
Pada pasien yang mendapat resusitasi cairan yang adekuat, curah jantung biasanya kembali normal pada bagian akhir dari periode 24 jam pertama setelah cedera luka bakar. Dengan pemulihan volume plasma selama periode 24 jam kedua, curah jantung meningkat sampai tingkat hipermetabolik (fase hiperfungsi), dan secara perlahan kembali ketingkat yang lebih normal dengan ditutupnya luka bakar.
Pada keadaan tertentu, dengan luka bakar yang melebihi 60% dari luar permukaan tubuh total (LPTT), curah jantung yang menurun tidak berespon terhadap resusitasi volume yang agresif. Beberapa peneliti telah menghubungkan penurunankinerja jantung terhadap faktor depresan miokardial yang bersirkulasi, namun faktor ini belum dapat di isolasi, dan konsepnya telah diragukan.
Respon dari vaskulatur pulmonal adalah seperti pada sirkulasi perifer, bagaimana tahanan paskular pulmonal lebih tinggi dan berlangsung lebih lama. Segera setelah cidera luka bakar, pasien dapat mengalami hipertensi pulmonal ringan dan sementara. Dapat juga terjadi penurunan tekanan oksigen dan komplains paru.
Kehilangan cairan diseluruh spasium intravaskuler tubuh mengakibatkan penebalan, aliran yang tidak lancar dari sisa volume darah sirkulasi. Pengaruhnya mengenai semua sistem tubuh. Sirkulasi yang melambat ini memungkinkan bakteri dan material seluler untuk menetap pada bagian yang lebih rendah dari pembuluh-pembuluh darah, terutama pada kapiler-kapiler, mengakibatkan pengendapan.
Reaksi antigen-antibodi terhadap jaringan yang terbakar menambah kongesti sirkulasi oleh pengumpalan atau aglutinasi dari sel-sel. Masalah-masalah koagulasi terjadi sebagai akibat pelepasan tromboplastin oleh cedera itu sendiri. Jika terjadi trombi, mereka akan menyebabkan iskemia dari bagian terkena dan mengarah nekrosis. Peningkatan proses koagulasi akan berkembang menjadi koagulasi intravaskular diseminata. Karena hal ini adalah peristiwa yang menyebar luas organ apa saja pada tubuh dapat terkena, dan terjadi gagal organ.

C.    Asuhan Keperawatan pada Klien Syok Hipovolemik pada Pasien Luka Bakar
a.       Pengertian Syok Hipovolemik
Syok atau shock dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera.
Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES). Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES). Hipovolemia adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES). Jadi Syok hipovolemik merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Syok hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana volume cairan tidak adekuat didalam pembuluh darah, akibatnya perfusi jaringan menurun sehingga mengakibatkan respon syok secara umum.
Shock Hipovolemik adalah shock yang diakibatkan kehilangan cairan dari sistem vaskuler (akibat kekurangan darah atau cairan). (Long, Barbara C. 1996 : 188)

b.      Etiologi
Berbagai macam kondisi yang menurunkan volume dalam kompartemen vaskuler antara 15% sampai 25% dapat berakibat shock hipovolemik. (Long, Barbara C. 1996 : 188).
Penyebab yang dikenal adalah sebagai berikut
·         Perdarahan (syok hemoragik) misalnya akibat trauma.
·         Kehilangan plasma, misalnya akibat luka bakar, peritonitis
·         Kehilangan air dan elektrolit misalnya pada muntah dan diare. (Masjoer, Arief 1999 : 163).

c.       Tanda dan Gejala
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1.      Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.      Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3.      Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4.      Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

d.      Patofisiologi
a)      Fase Kompensasi
Tanggapan pertama dari peredaran darah atas hipovolemia adalah kontraksi dari sprinter prekapiler arteri ini menyababkan tekanan filtrasi dalam pembuluh darah kapiler itu menurun. Karena tekanan osmotik itu tetap sama, cairan mengalir ke dalam rongga vaskuler diikuti oleh meningkatkan volume darah. Bilamana mekanisme kompensasi itu cukup untuk mengembalikan volume darah menjadi normal. Bilamana shock itu makin lama dan makin berat, maka kita masuki tahap yang berikutnya.

b)      Fase kerusakan pada sel
Bilamana volume vaskuler belum dikembalikan pada semula, sfingter prekapiler tetap mangatup dan shunt arteri dan vena membuka untuk menghindari darah arteri langsung balik ke dalam sistem vena dengan demikian mempertahankan peredaran darah menuju kepda organ tubuh yang lebih penting sperti jantung dan otak. Sel-sel pada segmen yang di “Bypass” oleh mikrosirkulsi energinya harus tergantung pada metabolisme anaerobik. Jumlah glukosa dan oksigen yang tersedia untuk sel berkurang dan hasil sisa buang metabolisme laktas bertumpuk. Histamin dilepaskan dan ini mengakibatkan suatu pengatupan dari pada sfinter postkapiler dan mekanisme ini berfungsi untuk memperlambat sisa aliran kapiler yang ada dalam pembuluh darah kepiler. Eretan kepiler (capilary bed) yang kosong mengkerut hampir seluruhnya hanya sedikit pembuluh kapiler yang tetap tinggal terbuka.

c)      Fase dekompensasi
Sesaat sebelum kemtian sel, refleks setempat (mungkin dirangsang oleh kerawanan asam dan metabolit yang bertimbun) membuka kembali sfingter prekepiler sedangkan otot penutup pembuluh darah post kapiler tetap mengatup pengurutan dari pada deretan kapiler yang agak lama merumuskan sel-sel endotel dan mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh kapilernya. Bila pembuluh kapilernya akhirnya membuka kembali, cairan dan protein merembes ke dalam ruang intertisial, pembuluh darah kapilernya teregang karena mengandung sel membengkak, dan tidak mampu memanfaatkan oksigen, dan mati. (A. Price, 1995 : 1 -2)

e.       Penatalaksanaan
1.      Perdarahan Akut
·         Pasang 2 jalur infus intravena. Berikan 1-2 liter kristolid, seperti neal 0,9% atau riger latat (RL) atau koloid, pantau kemungkinan terjadinya edema paru. Pada orang dewasa, cairan garam, berimbang (RL) dapat memberikan sebanya 2-3 liter untuk memulihkan tekanan vena sentral, dan divresis.Berikan pocked red cell (PRC) bila diperlukan hingga Ht >30%. Beri 1-2 fresh frosen plasma (FFD) untuk tiap 4 unit darah
·         Kegagalan resusitsai dengan cairan kristaloid hampir selalu disebabkan oleh perdarahan masif, karena itu harus dipikirkan untuk segera mengambil tindakan hesmostatis dengan pembedahan.


2.      Kehilangan cairan gastrointestinal
·         Berikan 1-2 liter Nacl 0,9% dalam 30-60 menit, lalu lanjutkan dengan cairan tambahan sambil memonitor tanda-tanda vital, CVIP dan CIPUP.
·         Cek elektrolit dan bakteri kelainan.
·         Tentukan penyebab diare dan muntah, lalu diobati. (Masjoer, Arief, 1999 : 163)

3.      Terapi dengan obat-obatan
Bila terjadi cairan saja tidak menolong status shock, maka obat-obatan vaso aktif mungkin diberikan. Kebanyakkan obatobatan vasoaktif adalah catcholamines yang menstimulasi reseptor alpha menyababkan vasokonstriksi dan stimulasi reseptor-reseptor beta menyebabkan vasodilitasi. Stimulasi resptor-reseptor beta juga dapat meningkatkan kecepatan jantung (pengaruh inotropik) dan dan kontraksi menjadi lebih kuat (efek inotropik) viscera abdomen, kulit dan otot memberi respon primer terhadap efek lapha dari cat cholamines. (C. Long,  1996 : 211).

f.       Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian Primer
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1)      Airway
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas tambahan obstruksi parsial, antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu feel, pada tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.

2)      Breathing
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas, pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap listen (mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap terakhir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.

3)      Circulation
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk memastikan apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang dilakukan yaitu mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis, brakialis, dan carotis). Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut. Pada tahapan listen, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

4)      Disability
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar: dilatasi. Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.

5)      Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera.



2.      Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.
1)      Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
·         Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
·         Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
·         Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%
·         Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
·         Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
o   Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
o   Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
o   Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
o   Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
o   Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

2)      Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
3)      Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
4)      Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian luar tubuh :
·         Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.
·         Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal.
·         Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
·         Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
·         Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.
·         Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai “double set-up” di ruang operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.

3.      Diagnosa Keperawatan
1)      Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh atau penurunan masukan dapat terjadi karena kehilangan plasma yang berkaitan luka bakar, atau karena muntah, dan lain-lain.
2)      Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan hipovolemia.
3)      Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan kekurangan cairan.



4.      Intervensi Keperawatan
No.
Dx. Keperawatan
Noc
Nic
Aktifitas
1
Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh atau penurunan masukan
Tujuan :
·         Kekurangan volume cairan teratasi
·         Keseimbangan elektrolit asam basa akan dicapai

Kriteria hasil:
·         Keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi yang adekuat : asupan makanan dan cairan
·         Frekuensi nadi dan irama dalam rentang yang diharapkan, elektrolit serum dalam batas normal, serum dan pH urine dalam batas normal.

·         Pengelolaan elektrolit
·         Pengelolaan cairan
·         Pemantauan cairan
·         Pengelolaan hipovolemia
·         Terapi intravena
·         Pengelolaan syok          

Pengkajian :
·         Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan.
·         Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya; diare, drainase luka, dan drainase iliostomi).
·         Pantau pendarahan.
·         Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi.
·         Tinjau ulang elektrolit.

Pendidikan :
·         Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus.

Kolaboratif :
·         Laporkan dan catat haluaran kurang dari...ml.
·         Laporkan dan catat haluaran lebih dari...ml.
·         Laporkan abnormalitas elektrolit.
2
Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan hipovolemia
Tujuan:
·         Menunjukakan status sirkulasi
·         Menunjukkan kognisi

Kriteria hasil:
·         TD siastolik dan distolik normal
·         Tidak mengalami sakit kepala
·         Terbebas dari aktifitas kejang
·         Menun jukkan fungsi otonom yang utuh.
·         Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi kognitif.
·         Menunjukkan memori jangka panjang saat ini.
·         Pemantauan TIK
·         Promosi perfusi serebral
·         Manajemen cairan/ elektrolit
·         Manajemen hipovolemia
·         Pemantauan neurologis
·         Manajemen sensasi perifer
Pengkajian:
·         Pantau tanda vital.
·         Pantau ukuran, bentuk, dan kesimetrisan serta reaktifitas pupil.
·         Pantau tingkat kesadaran dan orientasi
·         Pantau curah jantung
·         Perawatan sirkulasi: lakukan pengkajian konferensif.

Aktifitas lain:
·         Pertahankan parameter hemodinamika .
·         Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravascular.
·         Induksi hipertensi untuk mempertahankan tekanan serebral.
3
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan behubungan dengan kekurangan cairan
Tujuan :
·         Menunjukkan integritas jaringan : kulit dan membran mukosa
·         Menunjukkan penyembuhan luka :tujuan utama
·         Menunjukkan penyembuhan luka : tujuan sekunder

Kriteria hasil :
·         Suhu, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan.
·         Penyatuan kulit, resolusi drainase dari dan/atau drain
·         Resolusi pada daerah sekitar eritema kulit.
·         Resolusi dari bau luka.
·         Drainase purulen dan/atau dari luka, kulit lecet atau maserasi.
·         Perawatan tempat  insisi
·         Pengawasan kulit
·         Perawatan luka
Pengkajian :
·         Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurun tekanan.
·         Perawatan tempat insisi
·         Perawatan luka: inpeksi luka pada setiap penggantian balutan.
Pendidikan :
·         Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, termasuk tanda dan gejala infeksi
·         Pengawasan kulit

Aktifitas kolaboratif:
·         Konsultasi dengan ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin.
·         Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pengkajian.
·         Perawatan luka: TENS





BAB III
ANALISA KASUS

Ny. NA, usia 32 tahun datang dengan keluhan kulit wajah, kedua lengan, dan kaki kiri melepuh karena terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit. Kulit yang melepuh diakibatkan tersambar api dari kompor minyak tanah yang tiba-tiba meledak dan menyambar bensin. Pasien tersambar api dalam jangka waktu yang sangat sebentar. Pasien tidak terkurung dalam ruangan. Tidak ada keluhan sesak nafas, pusing, mual, maupun muntah.
Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Dari pemeriksaan umum tidak ditemukan bulu hidung yang terbakar. Pernapasan normal dan tidak ada eskar melingkar yang dapat menghalangi pergerakan pernapasan. Tekanan darah pasien sedikit menurun yaitu 100/80 mmHg dengan frekuensi nadi yang meningkat yaitu 112x/menit.
Pada tubuh ditemukan luka bakar di wajah sebelah kiri (4%), lengan kanan (2%), lengan kiri (3%), dan kaki kiri (2%). Total luas luka bakar mencapai 11% dengan kedalaman derajat II.
Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan peningkatan leukosit. Pada pemeriksaan urin ditemukan banyak eritrosit. Ditemukan pula peningkatan laktat.

Asuhan Keperawatan
1.      Identitas Pasien
Nama                                :  Ny. NA
Usia                                  :  32 tahun
Alamat                             : Desa Dangger Kec. Gembong, Tangerang
Agama                              : Islam
Pekerjaan                          : Usaha warung
Pendidikan                       : -
Status                               : Menikah
Masuk RSCM                  : Kamis, 28 Agustus 2009 pukul 00.31

2.      Primary survey
a)      Airway : bebas, bulu hidung tidak terbakar,jalan nafas paten.
b)      Breathing : spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup
c)      Circulation : akral hangat, CRT < 2detik, tekanan darah 100/80 mmHg, frekuensi nadi 112x/menit, suhu afebris,edema pada kelopak atas mata kiri dan bibir.
d)     Disability : GCS 15, E4M6V5.
e)      Eksposure :
Status lokalis
Kepala dan leher                     : 4 %
Trunkus anterior                      : 0 %
Trunkus posterior                    : 0 %
Esktremitas atas kanan            : 2 %
Ekstremitas atas kiri                : 3 %
Ekstremitas bawah kanan       : 0 %
Ekstremitas bawah kiri            : 2 %
Genitalia                                  : 0 %
Total                                        : 11 %

Diagnosa Primer
1.      Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan hipovolemia.

Intervensi Keperawatan  
No.
Dx. Keperawatan
Noc
Nic
Aktifitas
1.
Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan hipovolemia
Tujuan:
·         Menunjukakan status sirkulasi
·         Menunjukkan kognisi

Kriteria hasil:
·         TD siastolik dan distolik normal
·         Tidak mengalami sakit kepala
·         Terbebas dari aktifitas kejang
·         Menunjukkan fungsi otonom yang utuh.
·         Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi kognitif.
·         Menunjukkan memori jangka panjang saat ini.
·         Pemantauan TIK
·         Promosi perfusi serebral
·         Manajemen cairan/ elektrolit
·         Manajemen hipovolemia
·         Pemantauan neurologis
·         Manajemen sensasi perifer
Pengkajian:
·         Pantau tanda vital.
·         Pantau ukuran, bentuk, dan kesimetrisan serta reaktifitas pupil.
·         Pantau tingkat kesadaran dan orientasi
·         Pantau curah jantung
·         Perawatan sirkulasi: lakukan pengkajian konferensif.

Aktifitas lain:
·         Pertahankan parameter hemodinamika .
·         Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravascular.
·         Induksi hipertensi untuk mempertahankan tekanan serebral.




2.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia

Intervensi Keperawatan
No.
Dx. Keperawatan
Noc
Nic
Aktifitas
1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia , dibuktikan dengan adanya edema pada bibir klien dan pada kelopak mata, frekuensi nadi cepat.
Tujuan :
·         Menunjukkan curah jantung yang memuaskan
·         Menunjukan status sirkulasi

Kriteria hasil :
·         Efektifitas pompa jantung: keadekuatan volume darah yang diinjeksikan dari ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi sistemik.
·         Status sirkulasi: tingkat pengendalian darah yang tidak terhambat, satu arah, dan pada tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah besar aliran sistemik dan pulmonal.
·         Menunjukan Status sirkulasi: edema perifer, asites, angina.
·         Reduksi pendarahan
·         Perawatan jantung
·         Perawatan jantung akut
·         Promosi perfusi serebral
·         Perawatan sirkulasi: infusiensi arteri
·         Perawatan embolus perifer
·         Manajemen syok
·         Pemantauan tanda vital
Pengkajian :
·         Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernafasan, dan status mental
·         Pantau tanda kelebihan cairan
·         Kaji toleransi aktifitas pasien
·         Kaji kerusakan kognitif.
·         Regulasi hemodinamik

Pendidikan :
·         Jelaskan tujuan pemberian oksigen
·         Ajarkan penggunaan, dosis, dan efek samping obat
·         Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri, durasi, factor pencetus, daerah, kualitas, danintensitas.

Aktifitas kolaboratif:
·         Konsultasi dengan dokter mengenai pemberian atau penghentian obat tekanan darah.
·         Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliseri, dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas.

3.      Secondary survey
Anamnesis
a.       Keluhan utama
Kulit wajah, kedua lengan, dan kaki kiri melepuh karena terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit.

b.      Riwayat penyakit sekarang
Delapan jam SMRS, pasien sedang melayani pembeli di warungnya. Tiba-tiba kompor minyak tanah dari dalam warung meledak dan menyambar bensin yang juga dijual di warung tersebut. Pada saat api mulai menyambar warung, pasien berusaha keluar warung sambil berlari. Namun pasien tetap tersambar api walaupun sangat sebentar. Terkurung dalam ruangan (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-), pusing (-), mual (-), muntah (-)
Pasien kemudian dibawa ke RS Balaraja dan diberi perawatan luka dengan menggunakan salep, kemudian dirujuk ke RS Tangerang dan diberikan perawatan luka dan obat suntik (Tetagam, TT, dan Lanticet). Pasien kemudian dirujuk ke RSCM atas permintaan keluarga.

c.       Riwayat penyakit dahulu : Alergi obat, hipertensi, Diabetes Melitus, dan asma disangkal.

d.      Riwayat penyakit keluarga  : Alergi obat, hipertensi, Diabetes Melitus, dan asma disangkal.

Pemeriksaan Fisik
a)      Kepala & wajah : deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri wajah, bibir edema (+)
b)      Mata : kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
c)      Leher : pembesaran KGB (-)
d)     THT : sekret (-)
e)      Dada : simetris dalam diam dan pergerakan
f)       Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
g)      Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
h)      Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal, H/L ttb
i)        Ekstremitas : lihat status lokalis


Pemeriksaan Penunjang
RUTIN
Hemoglobin        : 13,3 g/dL
Hematokrit          : 40 %
Leukosit              : 16700/mL
Trombosit            : 343.000/mL
MCV                   : 79 fl
MCH                   : 27 pg
MCHC                : 34 g/dL
Lactate            : 2,7 mmol/L
PT                    : 10,8 detik
PT kontrol       : 12 detik
APTT              : 30,8 detik
APTT kontrol  : 33,5 detik

URINALISIS
Sedimen
Sel epitel : +
Leukosit  : 1-2
Eritrosit   : 10-11
Silinder   : -
Kristal     : -
Bakteri    : -
Berat jenis       : 1.015
pH                   : 5
Protein             : -
Glukosa           : -
Keton              : +
Darah/Hb                    : +
Bilirubin                      : -
Urobilinogen               : 0,2
Nitrit                           : -
Esterase leukosit         : -

KIMIA DARAH
Ureum                 : 23 mg/dL
Creatinin              : 0,8 mg/dL
SGOT                  : 21 U/L
SGPT                   : 17 U/L
Albumin              : 3,6 gr/dL

GDS                    : 105 mg/dL
Na                        : 144 meq/L
K                         : 4,3 meq/L
Cl                         : 108 meq/L

ANALISA GAS DARAH
pH           : 7,35
pCO2       : 35,2 mmHg
pO2         : 103,8 mmHg
SO2%      : 97
BE ect     : -6,1 mmol/L
Beb          : -4,6
SBC         : 20,6
HCO3      : 19,7 mmol/L
TCO2      : 20,7 mmol/L










Diagnosa sekunder
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan kekurangan cairan.

Intervensi Keperawatan
No.
Dx. Keperawatan
Noc
Nic
Aktifitas
1.
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan behubungan dengan kekurangan cairan
Tujuan :
·         Menunjukkan integritas jaringan : kulit dan membran mukosa
·         Menunjukkan penyembuhan luka :tujuan utama
·         Menunjukkan penyembuhan luka : tujuan sekunder

Kriteria hasil :
·         Suhu, elastisitas, hidrasi, pigmentasi, dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan.
·         Penyatuan kulit, resolusi drainase dari dan/atau drain
·         Resolusi pada daerah sekitar eritema kulit.
·         Resolusi dari bau luka.
·         Drainase purulen dan/atau dari luka, kulit lecet.
·         Perawatan tempat  insisi
·         Pengawasan kulit
·         Perawatan luka
Pengkajian :
·         Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurun tekanan.
·         Perawatan tempat insisi
·         Perawatan luka: inpeksi luka pada setiap penggantian balutan.

Pendidikan :
·         Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, termasuk tanda dan gejala infeksi
·         Pengawasan kulit

Aktifitas kolaboratif:
·         Konsultasi dengan ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin.
·         Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pengkajian.
·         Perawatan luka: TENS
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, berdasarkan ukuran luas luka bakar, dan berdasarkan berat ringannya. Berdasarkan penyebabnya luka bakar terdiri dari : luka bakar yang disebabkan oleh radiasi, air panas, listrik, bahan/ zat kimia, api dan sebagainya.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan bebebrapa faktor antara lain : persentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh, kedalaman luka bakar, umur klien, riwayat pengobatan yang lalu, dan trauma yang menyertai atau bersamaan.
Seseorang yang menderita luka bakar akan mengalami sesuatu bentuk syok hipovolemik yang dikenal sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cidera, disertai dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat cairan plasma dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas, dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar itu sendiri.

B.     Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca  khususnya tentang keperawatan klien dengan kegawatan pada pasien luka bakar.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Hudak, Carolyn  M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan holistik. Jakarta : EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha medika.
Wilkinson, Judit M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC




LAMPIRAN 1 : NILAI NORMAL PEMERIKSAAN PENUNJANG

A.    RUTIN
1.      Hb nilai normalnya :
·         Dewasa pria : 13,5-18 gram/dl
·         Dewasa wanita : 12-16 gram/dl
·         Wanita hamil : 10-15 gram/dl
·         Laki-laki tua : 12,4-14,9 gram/dl
·         Perempuan tua : 11,7-13,8 gram/dl
·         Anak-anak : 11-16 gram/dl
·         Balita : 9-15 gram/dl
·         Bayi : 10-17 gram/dl
·         Neonatus : 14-27 gram/dl

2.      Ht nilai normalnya :  
·         Dewasa pria : 40-54%
·         Dewasa wanita : 37%
·         Wanita hamil : 30-46%
·         Anak-anak  : 31-45%
·         Balita : 35-44%
·         Bayi : 29-54%
·         Neonatus : 40-68%

3.      Leukosit nilai normalnya : (4500-10000 sel/mm³)
·         Neonatus : 9.000-30.000sel/mm³
·         Bayi-balita : 5.700-18.000 sel/mm³
·         Anak 10 tahun : 4.500-13.500 sel/mm³
·         Ibu hamil : 6.000-17.000 sel/mm³
·         Post partum : 9.700-25.700 sel/mm³

4.      Trombosit nilai normalnya :
·         Dewasa : 150.000-400.000 sel/mm³
·         Anak-anak : 150.000-450.000 sel/mm³
5.      MCV nilai normalnya : 82-92 femtoliter
6.      MCH nilai normalnya : 27-31 picograms/sel
7.      MCHC nilai normalnya : 32-37 gram/desiliter
8.      Lactate nlai normalnya : 4,5-19,8 mg/dl (0,5-2,2 mmol/L)
9.      PT nilai normalnya : 11-12,5 detik (85%-100%)
10.  PT kontrol nilai normalnya :
11.  APTT nilai normalnya : 20-35 detik


B.     URINALISIS
1.      Sedimen
a.       Sel epitel : +
b.      Leukosit : 4500-10000 sel/mm3,
·         Neonatus : 9000-30000 sel/mm3,
·         Bayi-balita rata-rata : 5700-18000 sel/mm3,
·         Anak 10 tahun : 4500-13500 sel/mm3,
·         Ibu hamil : 6000-17000 sel/mm3,
·         Postpartum : 9000-25700 sel/mm3.
c.       Silinder : -
d.      Kristal : -
e.       Bakteri : -
2.      Berat jenis :
3.      pH : nilai normalnya 4,6-8,0
4.      Protein : -
5.      Glukosa : -
6.      Keton : +
7.      Darah/Hb : +
8.      Bilirubin  : -
9.      Urobilinogen : nilai normalnya 0,1-1,0 Eµ/DL
10.  Nitrit : -
11.  Esterase leukosit : -

C.     KIMIA DARAH
1.         Ureum :  nilai normalnya 15-40 mg/dl
2.         Creatinin : nilai normalnya 0,5-1,5mg/dl ( wanita 0,5-0,9 mg/dl, laki-laki 0,6-1,3 mg/dl)
3.         SGOT :  nilai normalnya 5-40 µ/L (wanita 31 µ/L, laki-laki 37 µ/L)
4.         SGPT : nilai normalnya 5-41 µ/L (wanita 32 µ/L, laki-laki 42 µ/L)
5.         Albumin : nilai normalnya 3,8-5,0 gr%
6.         GDS : nilai normalnya 60-100 mg/dl
7.         Na : nilai normalnya 310±335 mg (13,6±14 meq/liter)
8.         K : nilai normalnya 14-20 mg% (3,5±5,0 meq/liter)
9.         Cl : nilai normalnya 350-375 mg% (100-106 meq/liter)
10.     Eritrosit : nilai normalnya
·         Dewasa wanita 4,0-5,5 juta sel/mm³
·         Dewasa pria 4,5-6,2 juta sel/mm³
·         Bayi 3,8-6,1 juta sel/mm³
·         Anak-anak 3,6-4,8 juta sel/mm³

D.    ANALISA GAS DARAH
1.         pH : 7,35-7,45
2.         pCo2 : 35-45 mmHg
3.         pO2 : 80-100 mmHg
4.         SO2% : 97
5.         BE ect : -6,1 mmil/L
6.         Beb  : -4,6
7.         SBC : 20,6
8.         HCO3  : 22-26 mEq/L
9.         TCO2 : 20,7 MMOL/L