BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jenis luka di antaranya
adalah luka bakar, yang merupakan suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003). Luka bakar
diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang terbakar
(Elizabeth, 1997). Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada
epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Kedalaman luka bakar
ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pejanan pada kulit (Syamsuhidayat
dan Jong, 1997).
Syok hipovolemik adalah suatu
keadaan kekurangan volume cairan CES. Syok hipovolemik paling sering timbul
setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut
akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal
merupakan dua penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok
hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga
toraks dan rongga abdomen. Syok hipovolemik biasanya terjadi akibat pendarahan
yang herbat, muntah, diare, intake dan output yang tidak seimbang, sehingga
terjadi suatuu keadaan dimana sesorang mengalami syok atau shock dapat
didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
B. Tujuan
a. Tujuan
Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang keperawatan klien dengan kegawatan pada pasien luka bakar.
b.
Tujuan Khusus
·
Menjelaskan tentang klasifikasi luka
bakar
·
Menjelaskan tentang syok hipovolemik
pada pasien luka bakar
·
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan
pada klien syok hipovolemik pada pasien luka bakar
·
Menjelaskan tentang analisa kasus pasien
luka bakar
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 (empat)
bab, yaitu : BAB I Berupa bab pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang,
tujuan, dan sistematika penulisan. BAB
II Berupa bab tinjauan teori berisi klasifikasi luka bakar,
syok hipovolemik pada pasien luka bakar, dan asuhan keperawatan pada klien syok
hipovolemik pada pasien luka bakar. BAB III Berupa bab tentang analisa
kasus pasien luka bakar BAB IV Berupa bab penutup, berisi kesimpulan dan saran.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Klasifikasi
Luka Bakar
a. Berdasarkan
penyebab :
1. Luka
bakar yang disebabkan oleh radiasi
2. Luka
bakar yang disebabkan oleh air panas
3. Luka
bakar yang disebabkan oleh listrik
4. Luka
bakar yang disebabkan oleh bahan/ zat kimia
5. Luka
bakar yang disebabkan oleh api dan sebagainya
b. Berdasarkan
kedalaman luka
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan
partial superfisial
(tingkat
I)
|
Jilatan api, sinar ultra
violet (terbakar oleh matahari).
|
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
|
Bertambah
merah.
|
Nyeri
|
Lebih dalam dari ketebalan
partial
(tingkat II)
·
Superfisial
·
Dalam
|
Kontak dengan bahan air atau
bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.
|
Blister besar dan lembab yang
ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan
ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik yang kurang
jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
|
Sangat
nyeri
|
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat
III)
|
Kontak dengan bahan cair atau
padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.
|
Kering disertai kulit
mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang
terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya
sangat tipis, tidak membesar.
Tidak
pucat bila ditekan.
|
Putih, kering, hitam, coklat
tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila
dicabut.
|
c. Berdasarkan ukuran luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9 % atau kelipatan 9 yang
terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu :
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genital/ perineum : 1%
Total : 100%
d. Berdasarkan berat ringannya luka
bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan
bebebrapa faktor antara lain :
·
Persentase
area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
·
Kedalaman
luka bakar
·
Umur
klien
·
Riwayat
pengobatan yang lalu
·
Trauma
yang menyertai atau bersamaan
American college of surgeon membagi
dalam :
1. Parah-critical :
·
Tingkat
II : 30% atau lebih
·
Tingkat
III : 10% atau lebih
·
Tingkat
III pada tangan, kaki dan wajah
·
Dengan
adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
2. Sedang-moderate :
·
Tingkat
II : 15-30%
·
Tingkat
III : 1-10%
3. Ringan-minor :
·
Tingkat
II : kurang 15%
·
Tingkat
III : kurang 1%
B.
Syok
hipovolemik pada Pasien Luka Bakar
Seseorang yang
menderita luka bakar akan mengalami sesuatu bentuk syok hipovolemik yang dikenal
sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikan nyata
pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cidera, disertai dengan
peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat
cairan plasma dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena
panas, dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar itu
sendiri. Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan
osmotik koloid pada kompartemen paskular, kemudian bocoran cairan dan
elektrolit dari kompartemen vaskular berlanjut dan mengakibatkan pembentukan
edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan keseluruh tubuh.
Kebocoran ini terdiri
atas natrium, air, protein plasma, diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel-sel darah
merah, berkurangnya perfusi pada organ-organ besar, edema tubuh merata. Respon
patofisiologi setelah cidera luka bakar adalah di fase. Pada awal fase pasca
cedera terjadi hipofungsi organ secara umum (fase ebb) sebagai akibat dari
penurunan curah jantung. Peningkatan tahanan paskular perifer (vasokonstriksi
selektif), juga hemokonsentrasi sebagai akibat kehilangan cairan plasma, dapat
menyebabkan tekanan darah nampak normal pada awalnya bagaimna pun jika
penggantian cairan tidak adekuat dan kehilangan protein plasma berlanjut, maka
akan segera terjadi syok hivopolemik.
Pada
pasien yang mendapat resusitasi cairan yang adekuat, curah jantung biasanya
kembali normal pada bagian akhir dari periode 24 jam pertama setelah cedera
luka bakar. Dengan pemulihan volume plasma selama periode 24 jam kedua, curah
jantung meningkat sampai tingkat hipermetabolik (fase hiperfungsi), dan secara
perlahan kembali ketingkat yang lebih normal dengan ditutupnya luka bakar.
Pada
keadaan tertentu, dengan luka bakar yang melebihi 60% dari luar permukaan tubuh
total (LPTT), curah jantung yang menurun tidak berespon terhadap resusitasi
volume yang agresif. Beberapa peneliti telah menghubungkan penurunankinerja
jantung terhadap faktor depresan miokardial yang bersirkulasi, namun faktor ini
belum dapat di isolasi, dan konsepnya telah diragukan.
Respon dari vaskulatur
pulmonal adalah seperti pada sirkulasi perifer, bagaimana tahanan paskular
pulmonal lebih tinggi dan berlangsung lebih lama. Segera setelah cidera luka bakar, pasien dapat
mengalami hipertensi pulmonal ringan dan sementara. Dapat juga terjadi
penurunan tekanan oksigen dan komplains paru.
Kehilangan
cairan diseluruh spasium intravaskuler tubuh mengakibatkan penebalan, aliran
yang tidak lancar dari sisa volume darah sirkulasi. Pengaruhnya mengenai semua
sistem tubuh. Sirkulasi yang melambat ini memungkinkan bakteri dan material
seluler untuk menetap pada bagian yang lebih rendah dari pembuluh-pembuluh
darah, terutama pada kapiler-kapiler, mengakibatkan pengendapan.
Reaksi antigen-antibodi
terhadap jaringan yang terbakar menambah kongesti sirkulasi oleh pengumpalan
atau aglutinasi dari sel-sel.
Masalah-masalah koagulasi terjadi sebagai akibat pelepasan tromboplastin oleh
cedera itu sendiri. Jika terjadi trombi, mereka akan
menyebabkan iskemia dari bagian terkena dan mengarah nekrosis. Peningkatan
proses koagulasi akan berkembang menjadi koagulasi intravaskular diseminata.
Karena hal ini adalah peristiwa yang menyebar luas organ apa saja pada tubuh
dapat terkena, dan terjadi gagal organ.
C.
Asuhan
Keperawatan pada Klien Syok Hipovolemik pada Pasien Luka Bakar
a. Pengertian Syok Hipovolemik
Syok atau shock dapat didefinisikan
sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan
atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan
oksigen dan bisa cedera.
Hipovolemia adalah suatu kondisi
akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES). Hipovolemia adalah
penipisan volume cairan ekstraseluler (CES). Hipovolemia adalah kekurangan
cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES). Jadi Syok hipovolemik
merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat
sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Syok
hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana volume cairan tidak adekuat didalam
pembuluh darah, akibatnya perfusi jaringan menurun sehingga mengakibatkan
respon syok secara umum.
Shock Hipovolemik adalah shock yang diakibatkan kehilangan
cairan dari sistem vaskuler (akibat kekurangan darah atau cairan). (Long,
Barbara C. 1996 : 188)
b.
Etiologi
Berbagai macam kondisi yang menurunkan volume dalam
kompartemen vaskuler antara 15% sampai 25% dapat berakibat shock hipovolemik.
(Long, Barbara C. 1996 : 188).
Penyebab yang dikenal adalah sebagai berikut
·
Perdarahan
(syok hemoragik) misalnya akibat trauma.
·
Kehilangan
plasma, misalnya akibat luka bakar, peritonitis
·
Kehilangan
air dan elektrolit misalnya pada muntah dan diare. (Masjoer, Arief 1999 : 163).
c.
Tanda dan Gejala
Apabila syok telah terjadi,
tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari
15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah
menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kulit dingin,
pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan
laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk
hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah
ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi:
karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama
tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4.
Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada
syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang
dari 30ml/jam.
d.
Patofisiologi
a)
Fase Kompensasi
Tanggapan pertama dari peredaran darah atas hipovolemia
adalah kontraksi dari sprinter prekapiler arteri ini menyababkan tekanan
filtrasi dalam pembuluh darah kapiler itu menurun. Karena tekanan osmotik itu
tetap sama, cairan mengalir ke dalam rongga vaskuler diikuti oleh meningkatkan
volume darah. Bilamana mekanisme kompensasi itu cukup untuk mengembalikan
volume darah menjadi normal. Bilamana shock itu makin lama dan makin berat,
maka kita masuki tahap yang berikutnya.
b) Fase
kerusakan pada sel
Bilamana volume vaskuler belum dikembalikan pada semula,
sfingter prekapiler tetap mangatup dan shunt arteri dan vena membuka untuk
menghindari darah arteri langsung balik ke dalam sistem vena dengan demikian
mempertahankan peredaran darah menuju kepda organ tubuh yang lebih penting
sperti jantung dan otak. Sel-sel pada segmen yang di “Bypass” oleh
mikrosirkulsi energinya harus tergantung pada metabolisme anaerobik. Jumlah
glukosa dan oksigen yang tersedia untuk sel berkurang dan hasil sisa buang
metabolisme laktas bertumpuk. Histamin dilepaskan dan ini mengakibatkan suatu
pengatupan dari pada sfinter postkapiler dan mekanisme ini berfungsi untuk
memperlambat sisa aliran kapiler yang ada dalam pembuluh darah kepiler. Eretan
kepiler (capilary bed) yang kosong mengkerut hampir seluruhnya hanya sedikit
pembuluh kapiler yang tetap tinggal terbuka.
c) Fase
dekompensasi
Sesaat sebelum kemtian sel, refleks setempat (mungkin
dirangsang oleh kerawanan asam dan metabolit yang bertimbun) membuka kembali sfingter
prekepiler sedangkan otot penutup pembuluh darah post kapiler tetap mengatup
pengurutan dari pada deretan kapiler yang agak lama merumuskan sel-sel endotel
dan mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh kapilernya. Bila pembuluh
kapilernya akhirnya membuka kembali, cairan dan protein merembes ke dalam ruang
intertisial, pembuluh darah kapilernya teregang karena mengandung sel
membengkak, dan tidak mampu memanfaatkan oksigen, dan mati. (A. Price, 1995 : 1
-2)
e.
Penatalaksanaan
1. Perdarahan
Akut
·
Pasang
2 jalur infus intravena. Berikan 1-2 liter kristolid, seperti neal 0,9% atau
riger latat (RL) atau koloid, pantau kemungkinan terjadinya edema paru. Pada
orang dewasa, cairan garam, berimbang (RL) dapat memberikan sebanya 2-3 liter
untuk memulihkan tekanan vena sentral, dan divresis.Berikan pocked red cell
(PRC) bila diperlukan hingga Ht >30%. Beri 1-2 fresh frosen plasma (FFD)
untuk tiap 4 unit darah
·
Kegagalan
resusitsai dengan cairan kristaloid hampir selalu disebabkan oleh perdarahan
masif, karena itu harus dipikirkan untuk segera mengambil tindakan hesmostatis
dengan pembedahan.
2. Kehilangan
cairan gastrointestinal
·
Berikan
1-2 liter Nacl 0,9% dalam 30-60 menit, lalu lanjutkan dengan cairan tambahan
sambil memonitor tanda-tanda vital, CVIP dan CIPUP.
·
Cek
elektrolit dan bakteri kelainan.
·
Tentukan
penyebab diare dan muntah, lalu diobati. (Masjoer, Arief, 1999 : 163)
3. Terapi
dengan obat-obatan
Bila terjadi cairan saja tidak menolong status shock, maka
obat-obatan vaso aktif mungkin diberikan. Kebanyakkan obatobatan vasoaktif
adalah catcholamines yang menstimulasi reseptor alpha menyababkan
vasokonstriksi dan stimulasi reseptor-reseptor beta menyebabkan vasodilitasi.
Stimulasi resptor-reseptor beta juga dapat meningkatkan kecepatan jantung
(pengaruh inotropik) dan dan kontraksi menjadi lebih kuat (efek inotropik)
viscera abdomen, kulit dan otot memberi respon primer terhadap efek lapha dari
cat cholamines. (C. Long, 1996 : 211).
f. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian Primer
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan
kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari
A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita
yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1)
Airway
Ada tiga hal utama dalam tahapan
airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat yaitu perawat
melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia),
penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas
(see saw-rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan
bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk
melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau mendengar, yang
didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas
tambahan obstruksi parsial, antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, dan
suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi
total dan henti napas. Terakhir yaitu feel, pada tahap ini perawat merasakan
aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
2)
Breathing
Pada tahap look (melihat), yang
dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas, pengembangan dada apakah
napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya. Pada tahap listen (mendengar)
yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap
terakhir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan
perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
3)
Circulation
Pengkajian circulation, yaitu
hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk memastikan apakah jantung
bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang dilakukan yaitu
mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada
tidaknya sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh
pasien, menghitung kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada
tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis,
brakialis, dan carotis). Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut. Pada
tahapan listen, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan
pengukuran tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah
mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang
cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat
dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick
Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah
tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi
cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi
yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan
perdarahan internal.
4)
Disability
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu
GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil
normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar: dilatasi. Dilakukan pemeriksaan
neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan
respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam
menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera
intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan
perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cidera intra kranial.
5)
Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas
untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari
ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera.
2.
Pengkajian
Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi,
medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai
dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang
lebih spesifik seperti foto thoraks, dan lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu
dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya
dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi
untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan
darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis
lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah
penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30%
dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit
lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak
mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan,
berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara
klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan
sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan
klasifikasi awal.
1)
Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
·
Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
·
Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah,
tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
·
Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik
sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%
·
Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100
kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin,
perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
·
Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar
katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan
selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
o Pasien
biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan
atau agitasi.
o Pada pasien
tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan
darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
o Sebagian
besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian
darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
o Gejala-gejalanya
berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit
(atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang
keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan
pucat.
o Jumlah
perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
2)
Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
3)
Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
4)
Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
Ada empat daerah perdarahan yang
mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian luar tubuh :
·
Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi
pernapasan yang melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal
dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.
·
Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada
nyeri atau distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal.
·
Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas
atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
·
Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk
melihat jika ada perdarahan luar.
·
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan
berasal dari abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri,
distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum,
atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.
·
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan
speculum steril. Meskipun, pada perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus
dilakukan sebagai “double set-up” di ruang operasi. Periksa abdomen,
uterus,atau adneksa.
3.
Diagnosa Keperawatan
1)
Defisit volume cairan yang berhubungan dengan
kehilangan cairan tubuh atau penurunan masukan dapat terjadi karena kehilangan
plasma yang berkaitan luka bakar, atau karena muntah, dan lain-lain.
2)
Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan
hipovolemia.
3)
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan
jaringan berhubungan dengan kekurangan cairan.
4. Intervensi Keperawatan
No.
|
Dx.
Keperawatan
|
Noc
|
Nic
|
Aktifitas
|
1
|
Defisit
volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh atau penurunan
masukan
|
Tujuan
:
·
Kekurangan volume cairan teratasi
·
Keseimbangan elektrolit asam basa
akan dicapai
Kriteria hasil:
·
Keseimbangan cairan, hidrasi yang
adekuat, dan status nutrisi yang adekuat : asupan makanan dan cairan
·
Frekuensi nadi dan irama dalam
rentang yang diharapkan, elektrolit serum dalam batas normal, serum dan pH
urine dalam batas normal.
|
·
Pengelolaan elektrolit
·
Pengelolaan cairan
·
Pemantauan cairan
·
Pengelolaan hipovolemia
·
Terapi intravena
·
Pengelolaan syok
|
Pengkajian
:
·
Pantau warna, jumlah, dan
frekuensi kehilangan cairan.
·
Observasi khususnya terhadap
kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya; diare, drainase luka, dan
drainase iliostomi).
·
Pantau pendarahan.
·
Identifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi.
·
Tinjau ulang elektrolit.
Pendidikan
:
·
Anjurkan pasien untuk
menginformasikan perawat bila haus.
Kolaboratif
:
·
Laporkan dan catat haluaran
kurang dari...ml.
·
Laporkan dan catat haluaran lebih
dari...ml.
·
Laporkan abnormalitas elektrolit.
|
2
|
Perubahan perfusi serebral berhubungan
dengan hipovolemia
|
Tujuan:
·
Menunjukakan status sirkulasi
·
Menunjukkan kognisi
Kriteria
hasil:
·
TD siastolik dan distolik normal
·
Tidak mengalami sakit kepala
·
Terbebas dari aktifitas kejang
·
Menun jukkan fungsi otonom yang
utuh.
·
Menunjukkan perhatian,
konsentrasi, dan orientasi kognitif.
·
Menunjukkan memori jangka panjang
saat ini.
|
·
Pemantauan TIK
·
Promosi perfusi serebral
·
Manajemen cairan/ elektrolit
·
Manajemen hipovolemia
·
Pemantauan neurologis
·
Manajemen sensasi perifer
|
Pengkajian:
·
Pantau tanda vital.
·
Pantau ukuran, bentuk, dan
kesimetrisan serta reaktifitas pupil.
·
Pantau tingkat kesadaran dan
orientasi
·
Pantau curah jantung
·
Perawatan sirkulasi: lakukan
pengkajian konferensif.
Aktifitas
lain:
·
Pertahankan parameter
hemodinamika .
·
Berikan obat-obatan untuk
meningkatkan volume intravascular.
·
Induksi hipertensi untuk
mempertahankan tekanan serebral.
|
3
|
Resiko terjadinya kerusakan integritas
kulit dan jaringan behubungan dengan kekurangan cairan
|
Tujuan
:
·
Menunjukkan integritas jaringan :
kulit dan membran mukosa
·
Menunjukkan penyembuhan luka
:tujuan utama
·
Menunjukkan penyembuhan luka :
tujuan sekunder
Kriteria
hasil :
·
Suhu, elastisitas, hidrasi,
pigmentasi, dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan.
·
Penyatuan kulit, resolusi
drainase dari dan/atau drain
·
Resolusi pada daerah sekitar
eritema kulit.
·
Resolusi dari bau luka.
·
Drainase purulen dan/atau dari
luka, kulit
lecet atau maserasi.
|
·
Perawatan tempat insisi
·
Pengawasan kulit
·
Perawatan luka
|
Pengkajian
:
·
Kaji fungsi alat-alat, seperti
alat penurun tekanan.
·
Perawatan tempat insisi
·
Perawatan luka: inpeksi luka pada
setiap penggantian balutan.
Pendidikan
:
·
Ajarkan perawatan luka insisi
pembedahan, termasuk tanda dan gejala infeksi
·
Pengawasan kulit
Aktifitas
kolaboratif:
·
Konsultasi dengan ahli gizi
tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin.
·
Rujuk ke perawat terapi
enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pengkajian.
·
Perawatan luka: TENS
|
BAB
III
ANALISA
KASUS
Ny. NA, usia 32 tahun datang dengan
keluhan kulit wajah, kedua lengan, dan kaki kiri melepuh karena terkena api
sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit. Kulit yang melepuh diakibatkan
tersambar api dari kompor minyak tanah yang tiba-tiba meledak dan menyambar
bensin. Pasien tersambar api dalam jangka waktu yang sangat sebentar. Pasien
tidak terkurung dalam ruangan. Tidak ada keluhan sesak nafas, pusing, mual,
maupun muntah.
Pasien datang masih dalam fase akut luka
bakar. Dari pemeriksaan umum tidak ditemukan bulu hidung yang terbakar.
Pernapasan normal dan tidak ada eskar melingkar yang dapat menghalangi
pergerakan pernapasan. Tekanan darah pasien sedikit menurun yaitu 100/80 mmHg
dengan frekuensi nadi yang meningkat yaitu 112x/menit.
Pada tubuh ditemukan luka bakar di wajah
sebelah kiri (4%), lengan kanan (2%), lengan kiri (3%), dan kaki kiri (2%).
Total luas luka bakar mencapai 11% dengan kedalaman derajat II.
Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi
ditemukan peningkatan leukosit. Pada pemeriksaan urin ditemukan banyak
eritrosit. Ditemukan pula peningkatan laktat.
Asuhan Keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. NA
Usia : 32 tahun
Alamat : Desa Dangger Kec. Gembong, Tangerang
Agama : Islam
Pekerjaan : Usaha warung
Pendidikan :
-
Status : Menikah
Masuk RSCM : Kamis,
28 Agustus 2009 pukul 00.31
2. Primary survey
a) Airway : bebas, bulu hidung tidak terbakar,jalan
nafas paten.
b) Breathing : spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler,
kedalaman cukup
c) Circulation : akral hangat, CRT <
2detik, tekanan darah 100/80 mmHg, frekuensi nadi 112x/menit, suhu afebris,edema pada kelopak atas mata
kiri dan bibir.
d) Disability : GCS 15, E4M6V5.
e) Eksposure
:
Status lokalis
Kepala dan leher :
4 %
Trunkus anterior :
0 %
Trunkus posterior :
0 %
Esktremitas atas kanan :
2 %
Ekstremitas atas kiri : 3 %
Ekstremitas bawah kanan : 0
%
Ekstremitas bawah kiri :
2 %
Genitalia : 0 %
Total : 11 %
Diagnosa Primer
1. Perubahan perfusi serebral yang berhubungan
dengan hipovolemia.
Intervensi Keperawatan
No.
|
Dx.
Keperawatan
|
Noc
|
Nic
|
Aktifitas
|
1.
|
Perubahan perfusi serebral berhubungan
dengan hipovolemia
|
Tujuan:
·
Menunjukakan status sirkulasi
·
Menunjukkan kognisi
Kriteria
hasil:
·
TD siastolik dan distolik normal
·
Tidak mengalami sakit kepala
·
Terbebas dari aktifitas kejang
·
Menunjukkan fungsi otonom yang
utuh.
·
Menunjukkan perhatian,
konsentrasi, dan orientasi kognitif.
·
Menunjukkan memori jangka panjang
saat ini.
|
·
Pemantauan TIK
·
Promosi perfusi serebral
·
Manajemen cairan/ elektrolit
·
Manajemen hipovolemia
·
Pemantauan neurologis
·
Manajemen sensasi perifer
|
Pengkajian:
·
Pantau tanda vital.
·
Pantau ukuran, bentuk, dan
kesimetrisan serta reaktifitas pupil.
·
Pantau tingkat kesadaran dan
orientasi
·
Pantau curah jantung
·
Perawatan sirkulasi: lakukan
pengkajian konferensif.
Aktifitas
lain:
·
Pertahankan parameter
hemodinamika .
·
Berikan obat-obatan untuk
meningkatkan volume intravascular.
·
Induksi hipertensi untuk
mempertahankan tekanan serebral.
|
2. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan hipovolemia
Intervensi Keperawatan
No.
|
Dx.
Keperawatan
|
Noc
|
Nic
|
Aktifitas
|
1.
|
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan hipovolemia , dibuktikan dengan adanya edema
pada bibir klien dan pada kelopak mata, frekuensi nadi cepat.
|
Tujuan
:
·
Menunjukkan curah jantung yang
memuaskan
·
Menunjukan status sirkulasi
Kriteria
hasil :
·
Efektifitas pompa jantung:
keadekuatan volume darah yang diinjeksikan dari ventrikel kiri untuk
mendukung tekanan perfusi sistemik.
·
Status sirkulasi: tingkat
pengendalian darah yang tidak terhambat, satu arah, dan pada tekanan yang
sesuai melalui pembuluh darah besar aliran sistemik dan pulmonal.
·
Menunjukan Status sirkulasi:
edema perifer, asites, angina.
|
·
Reduksi pendarahan
·
Perawatan jantung
·
Perawatan jantung akut
·
Promosi perfusi serebral
·
Perawatan sirkulasi: infusiensi
arteri
·
Perawatan embolus perifer
·
Manajemen syok
·
Pemantauan tanda vital
|
Pengkajian
:
·
Kaji dan dokumentasikan tekanan
darah, adanya sianosis, status pernafasan, dan status mental
·
Pantau tanda kelebihan cairan
·
Kaji toleransi aktifitas pasien
·
Kaji kerusakan kognitif.
·
Regulasi hemodinamik
Pendidikan
:
·
Jelaskan tujuan pemberian oksigen
·
Ajarkan penggunaan, dosis, dan
efek samping obat
·
Ajarkan untuk melaporkan dan
menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri, durasi, factor pencetus, daerah,
kualitas, danintensitas.
Aktifitas
kolaboratif:
·
Konsultasi dengan dokter mengenai
pemberian atau penghentian obat tekanan darah.
·
Berikan dan titrasikan obat
antiaritmia, inotropik, nitrogliseri, dan vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas.
|
3. Secondary
survey
Anamnesis
a. Keluhan utama
Kulit wajah, kedua lengan, dan kaki kiri melepuh karena terkena api
sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit.
b. Riwayat penyakit
sekarang
Delapan jam SMRS, pasien sedang melayani pembeli di warungnya.
Tiba-tiba kompor minyak tanah dari dalam warung meledak dan menyambar bensin
yang juga dijual di warung tersebut. Pada saat api mulai menyambar warung,
pasien berusaha keluar warung sambil berlari. Namun pasien tetap tersambar api
walaupun sangat sebentar. Terkurung dalam ruangan (-), menghirup asap (-),
sesak nafas (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-), pusing (-), mual (-),
muntah (-)
Pasien kemudian dibawa ke RS Balaraja dan diberi perawatan luka dengan
menggunakan salep, kemudian dirujuk ke RS Tangerang dan diberikan perawatan
luka dan obat suntik (Tetagam, TT, dan Lanticet). Pasien kemudian dirujuk ke
RSCM atas permintaan keluarga.
c. Riwayat penyakit
dahulu : Alergi
obat, hipertensi, Diabetes Melitus, dan asma disangkal.
d. Riwayat penyakit
keluarga : Alergi obat, hipertensi, Diabetes Melitus, dan asma disangkal.
Pemeriksaan Fisik
a) Kepala & wajah
: deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri
wajah, bibir edema (+)
b) Mata
: kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak
dapat dibuka, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
c) Leher : pembesaran KGB (-)
d) THT
: sekret (-)
e) Dada
: simetris dalam diam dan pergerakan
f) Jantung
: BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
g) Paru
: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
h) Abdomen
: datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU
(+) normal, H/L ttb
i)
Ekstremitas : lihat status lokalis
Pemeriksaan Penunjang
RUTIN
Hemoglobin :
13,3 g/dL
Hematokrit :
40 %
Leukosit : 16700/mL
Trombosit :
343.000/mL
MCV : 79 fl
MCH : 27 pg
MCHC : 34 g/dL
Lactate
: 2,7 mmol/L
PT :
10,8 detik
PT
kontrol : 12 detik
APTT : 30,8 detik
APTT
kontrol : 33,5 detik
URINALISIS
Sedimen
Sel epitel :
+
Leukosit :
1-2
Eritrosit :
10-11
Silinder :
-
Kristal : -
Bakteri :
-
Berat
jenis : 1.015
pH : 5
Protein : -
Glukosa : -
Keton : +
|
Darah/Hb : +
Bilirubin : -
Urobilinogen : 0,2
Nitrit : -
Esterase leukosit : -
KIMIA DARAH
Ureum : 23 mg/dL
Creatinin :
0,8 mg/dL
SGOT :
21 U/L
SGPT :
17 U/L
Albumin :
3,6 gr/dL
GDS : 105 mg/dL
Na : 144 meq/L
K :
4,3 meq/L
Cl :
108 meq/L
ANALISA GAS DARAH
pH : 7,35
pCO2 : 35,2 mmHg
pO2 : 103,8 mmHg
SO2% : 97
BE ect : -6,1 mmol/L
Beb : -4,6
SBC : 20,6
HCO3 : 19,7 mmol/L
TCO2 : 20,7 mmol/L
|
Diagnosa sekunder
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan
jaringan berhubungan dengan kekurangan cairan.
Intervensi Keperawatan
No.
|
Dx.
Keperawatan
|
Noc
|
Nic
|
Aktifitas
|
1.
|
Resiko terjadinya kerusakan integritas
kulit dan jaringan behubungan dengan kekurangan cairan
|
Tujuan
:
·
Menunjukkan integritas jaringan :
kulit dan membran mukosa
·
Menunjukkan penyembuhan luka
:tujuan utama
·
Menunjukkan penyembuhan luka :
tujuan sekunder
Kriteria
hasil :
·
Suhu, elastisitas, hidrasi,
pigmentasi, dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan.
·
Penyatuan kulit, resolusi
drainase dari dan/atau drain
·
Resolusi pada daerah sekitar eritema
kulit.
·
Resolusi dari bau luka.
·
Drainase purulen dan/atau dari
luka, kulit
lecet.
|
·
Perawatan tempat insisi
·
Pengawasan kulit
·
Perawatan luka
|
Pengkajian
:
·
Kaji fungsi alat-alat, seperti
alat penurun tekanan.
·
Perawatan tempat insisi
·
Perawatan luka: inpeksi luka pada
setiap penggantian balutan.
Pendidikan
:
·
Ajarkan perawatan luka insisi
pembedahan, termasuk tanda dan gejala infeksi
·
Pengawasan kulit
Aktifitas
kolaboratif:
·
Konsultasi dengan ahli gizi
tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin.
·
Rujuk ke perawat terapi
enterostoma untuk mendapatkan bantuan dalam pengkajian.
·
Perawatan luka: TENS
|
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Luka bakar
diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, berdasarkan ukuran luas luka bakar,
dan berdasarkan berat ringannya. Berdasarkan penyebabnya
luka bakar terdiri dari : luka bakar yang disebabkan oleh radiasi, air panas,
listrik, bahan/ zat kimia, api dan sebagainya.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan
bebebrapa faktor antara lain : persentase area (luasnya) luka bakar pada
permukaan tubuh, kedalaman luka bakar, umur klien, riwayat pengobatan yang
lalu, dan trauma yang menyertai atau bersamaan.
Seseorang yang
menderita luka bakar akan mengalami sesuatu bentuk syok hipovolemik yang
dikenal sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikan
nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cidera, disertai
dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan
cepat cairan plasma dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak
karena panas, dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar
itu sendiri.
B.
Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan bagi pembaca khususnya tentang keperawatan klien dengan kegawatan pada pasien luka bakar.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and
Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan holistik.
Jakarta : EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan NANDA,
NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha medika.
Wilkinson, Judit M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
LAMPIRAN 1 : NILAI
NORMAL PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. RUTIN
1. Hb
nilai normalnya :
·
Dewasa pria : 13,5-18 gram/dl
·
Dewasa wanita : 12-16 gram/dl
·
Wanita hamil : 10-15 gram/dl
·
Laki-laki tua : 12,4-14,9 gram/dl
·
Perempuan tua : 11,7-13,8 gram/dl
·
Anak-anak : 11-16 gram/dl
·
Balita : 9-15 gram/dl
·
Bayi : 10-17 gram/dl
·
Neonatus : 14-27 gram/dl
2.
Ht nilai normalnya :
·
Dewasa pria : 40-54%
·
Dewasa wanita : 37%
·
Wanita hamil : 30-46%
·
Anak-anak : 31-45%
·
Balita : 35-44%
·
Bayi : 29-54%
·
Neonatus : 40-68%
3. Leukosit
nilai normalnya : (4500-10000 sel/mm³)
·
Neonatus : 9.000-30.000sel/mm³
·
Bayi-balita : 5.700-18.000 sel/mm³
·
Anak 10 tahun : 4.500-13.500 sel/mm³
·
Ibu hamil : 6.000-17.000 sel/mm³
·
Post partum : 9.700-25.700 sel/mm³
4. Trombosit
nilai normalnya :
·
Dewasa : 150.000-400.000 sel/mm³
·
Anak-anak : 150.000-450.000 sel/mm³
5. MCV
nilai normalnya : 82-92 femtoliter
6. MCH
nilai normalnya : 27-31 picograms/sel
7. MCHC
nilai normalnya : 32-37 gram/desiliter
8. Lactate
nlai normalnya : 4,5-19,8 mg/dl (0,5-2,2 mmol/L)
9. PT
nilai normalnya : 11-12,5 detik (85%-100%)
10. PT
kontrol nilai normalnya :
11. APTT
nilai normalnya : 20-35 detik
B. URINALISIS
1. Sedimen
a. Sel
epitel : +
b. Leukosit
: 4500-10000 sel/mm3,
·
Neonatus : 9000-30000 sel/mm3,
·
Bayi-balita rata-rata : 5700-18000
sel/mm3,
·
Anak 10 tahun : 4500-13500 sel/mm3,
·
Ibu hamil : 6000-17000 sel/mm3,
·
Postpartum : 9000-25700 sel/mm3.
c. Silinder
: -
d. Kristal
: -
e. Bakteri
: -
2. Berat
jenis :
3. pH
: nilai normalnya 4,6-8,0
4. Protein
: -
5. Glukosa
: -
6. Keton
: +
7. Darah/Hb
: +
8. Bilirubin : -
9. Urobilinogen
: nilai normalnya 0,1-1,0 Eµ/DL
10. Nitrit
: -
11. Esterase
leukosit : -
C. KIMIA
DARAH
1.
Ureum :
nilai normalnya 15-40 mg/dl
2.
Creatinin : nilai normalnya 0,5-1,5mg/dl
( wanita 0,5-0,9 mg/dl, laki-laki 0,6-1,3 mg/dl)
3.
SGOT :
nilai normalnya 5-40 µ/L (wanita 31 µ/L, laki-laki 37 µ/L)
4.
SGPT : nilai normalnya 5-41 µ/L (wanita
32 µ/L, laki-laki 42 µ/L)
5.
Albumin : nilai normalnya 3,8-5,0 gr%
6.
GDS : nilai normalnya 60-100 mg/dl
7.
Na : nilai normalnya 310±335 mg (13,6±14
meq/liter)
8.
K : nilai normalnya 14-20 mg% (3,5±5,0
meq/liter)
9.
Cl : nilai normalnya 350-375 mg%
(100-106 meq/liter)
10. Eritrosit
: nilai normalnya
·
Dewasa wanita 4,0-5,5 juta sel/mm³
·
Dewasa pria 4,5-6,2 juta sel/mm³
·
Bayi 3,8-6,1 juta sel/mm³
·
Anak-anak 3,6-4,8 juta sel/mm³
D. ANALISA
GAS DARAH
1.
pH : 7,35-7,45
2.
pCo2 : 35-45 mmHg
3.
pO2 : 80-100 mmHg
4.
SO2% : 97
5.
BE ect : -6,1 mmil/L
6.
Beb
: -4,6
7.
SBC : 20,6
8.
HCO3
: 22-26 mEq/L
9.
TCO2 : 20,7 MMOL/L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar